Today, Indonesia Institute of Islamic Dawah is a topic that has become increasingly relevant in our society. It has become a point of interest for people of all ages and around the world. Its impact can be observed in different areas of daily life, from politics and economics, to culture and entertainment. Indonesia Institute of Islamic Dawah has sparked passionate debates and generated different opinions and perspectives. In this article, we will explore different aspects related to Indonesia Institute of Islamic Dawah, from its origin to its influence today, as well as the possible future scenarios that could arise as a result of its evolution.
This article needs translation from Indonesian to English. This article is written in Indonesian. If it is intended for readers from the Indonesian language community, it should be contributed to the Indonesian Wikipedia. See the list of Wikipedias. Please see this article's entry on Pages needing translation into English for discussion. If the article is not rewritten in English within the next two weeks it will be listed for deletion and/or moved to the Indonesian Wikipedia. If you want to assess this article, you may want to check its Google translation. However, please do not add an automated translation to the article, since these are generally of very poor quality. If you have just labeled this article as needing translation, please add {{subst:uw-notenglish|1=Indonesia Institute of Islamic Dawah}} ~~~~ on the talk page of the author. |
Lembaga Dakwah Islam Indonesia | |
![]() Area served | |
Abbreviation | LDII |
---|---|
Established | January 3, 1972 |
Founder | Drs. Nur Hasyim, et.al. |
Founded at | Kediri |
Type | NGO |
02.414.788.6-036.000 | |
Registration no. | AHU-18.AH.01.06.Tahun.2008 |
Legal status | foundation |
Purpose | humanitarian, socio-religious activism |
Headquarters | Jalan Arteri Tentara Pelajar 28, Patal, Senayan, Jakarta Selatan 12210 |
Location | |
Coordinates | 6°13′10″S 106°47′31″E / 6.219356°S 106.792042°E |
Area served | Indonesia |
Methods | Islamic proselytism |
Membership | 30+ millions |
Official languages | Indonesian and English |
Head of the Advisory Council | Kasmudi Asshidqi, S.E., M.Ak. |
Chairman | Ir. Chriswanto Santoso, M.Sc. |
General Secretary | Dody Taufiq Wijaya, Ak., M.Com., CA. |
Website | ldii |
Formerly called | Yayasan Karyawan Islam (YAKARI) Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) |
Indonesia Institute of Islamic Dawah (Indonesian: Lembaga Dakwah Islam Indonesia, LDII) is one of the Islamic community organizations in Indonesia that focuses on preaching and teaching Islam based on the Qur'an and Hadith. This organization is known to have rapid development, with an estimated number of non-members who participate in activities or are influenced by its preaching reaching more than 30 million people.[1] However, LDII also faced a number of controversies that accompanied its organizational journey.
LDII was founded on July 1, 1972 in Kediri City, East Java, with the initial name of the Islamic Employee Institution Foundation (YAKARI). The establishment of this organization was based on the Notarial Deed of Mudijomo dated July 27, 1972, which was a correction of the Deed dated January 3, 1972 regarding the determination of the date of establishment of LEMKARI.[2] This institution was founded by several figures, namely:
In 1981, through the YAKARI Grand Conference, the name of the organization was changed to the Islamic Employee Institution (LEMKARI).[3] Furthermore, at the Fourth LEMKARI Grand Conference in 1990, the name of the organization was changed again to the Indonesia Institute of Islamic Dawah (LDII).[4][3] This change was made at the direction of the Vice President of the Republic of Indonesia at that time, Sudharmono, and Rudini. The name "LEMKARI" was changed because it was considered similar to the abbreviation of the Indonesian Karate-Do Institute.[2]
LDII is an independent and legal organization in accordance with the regulations below:
Dalam menjalankan roda organisasi, LDII memiliki tiga moto, yaitu:
"Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma’ruf (perbuatan baik) dan mencegah dari yang munkar (perbuatan tercela), mereka itulah orang-orang yang beruntung."
— Quran 3:104
"Katakanlah: inilah jalan (agama)-Ku, dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah (dalil/dasar hukum) yang nyata. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang yang musyrik."
— Quran 12:108
"Serulah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan yang lebih baik."
— Quran 16:125
LDII secara aktif menyelenggarakan pengajian Al-Qur'an dan Hadis dengan frekuensi yang bervariasi di setiap daerah.[6] Di tingkat Pimpinan Anak Cabang (PAC), yang mencakup desa atau kelurahan, pengajian biasanya diadakan 2–3 kali seminggu. Sementara itu, di tingkat Pimpinan Cabang (PC), yang mencakup kecamatan, pengajian diadakan sebulan sekali.[7] LDII memiliki program pembinaan berbasis kelompok usia, termasuk "cabe rawit" untuk anak-anak prasekolah hingga sekolah dasar, pengajian remaja, ibu-ibu, lanjut usia, usia mandiri, serta umum. Program ini bertujuan memberikan pemahaman agama yang sesuai dengan tahapan kehidupan masing-masing peserta. Selain pengajian rutin, LDII juga mengadakan pengajian terbuka yang berkolaborasi dengan pihak lain, seperti pemerintah, MUI, NU, Muhammadiyah, DMI, MPU Aceh, dan lainnya.[8][9][10][11][12] Selama musim liburan, sering diadakan kegiatan pengajian Al-Qur'an dan Hadis hingga tamat yang berlangsung beberapa hari. Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman agama dan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Nomor | Nama | Deskripsi |
---|---|---|
1 | Pengajian Majelis Taklim | Dilaksanakan 2–3 kali seminggu di masjid atau musala yang terafiliasi dengan LDII, dengan peserta sekitar 10–50 orang. Materi mencakup pembelajaran Al-Qur'an, Hadis, Fikih, Akidah, Hafalan Doa, serta praktik ibadah harian seperti wudu dan salat. |
2 | Pengajian Cabe Rawit (TPA) | Diadakan hampir setiap hari untuk anak-anak, mencakup bacaan Iqro’ atau Tilawati, Al-Qur'an, Pegon, hafalan doa dan surat pendek, serta pendidikan akhlak. Biasanya diselingi dengan bernyanyi, bermain, dan tadabur alam. Evaluasi dilakukan melalui ujian atau Festival Anak Sholeh (FAS) tahunan. |
3 | Pengajian Remaja (Muda-Mudi) | Bertujuan membina generasi muda agar memahami agama, memiliki akhlak baik, dan mampu hidup mandiri. Selain mengaji Quran dan Hadis, peserta diberi pengajaran dan pelatihan cara hidup mandiri. Program ini didukung oleh Tim Penggerak Pembina Generus (TPPG), yang terdiri dari pakar pendidikan dan psikologi. |
4 | Pengajian Wanita/Ibu-Ibu | Membahas persoalan keislaman yang berkaitan dengan peran wanita, seperti haid, kehamilan, nifas, bersuci, serta keterampilan praktis dalam mengelola keluarga. |
5 | Pengajian Lansia | Ditujukan bagi warga lanjut usia untuk meningkatkan ibadah dan persiapan menuju akhir kehidupan dengan husnul khotimah. |
6 | Pengajian Umum | Forum gabungan warga PAC dan PC LDII yang berfungsi sebagai ajang silaturahim dan pembinaan keagamaan. Pengajian ini terbuka bagi siapa saja yang ingin mengikuti. |
LDII telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermanfaat, baik untuk masyarakat umum maupun warga organisasi. Dalam bidang pendidikan, LDII mengadakan kursus keorganisasian, pelatihan keterampilan, perkemahan pemuda, dan kegiatan kepramukaan. Di bidang olahraga, LDII aktif menyelenggarakan turnamen dan kompetisi, seperti pencak silat melalui Persinas ASAD (Ampuh Sehat Aman Damai) yang merupakan anggota IPSI dan telah berpartisipasi dalam turnamen tingkat nasional dan internasional.[13] Selain itu, LDII juga mengadakan turnamen sepak bola tingkat nasional untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda pada tahun 1991, 1994, 1996, 2000, dan 2002.[14]
Di bidang kepramukaan, LDII mendirikan Sako Gerakan Pramuka Sekawan Persada Nusantara (Sako SPN) sebagai wadah pengembangan generasi muda.[15][16] Dalam bidang pers, LDII membentuk Nuansa Persada sebagai media komunikasi organisasi.[17] LDII juga peduli terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan melaksanakan uji coba kegiatan Usaha Bersama (UB) yang berbasis di tingkat Pimpinan Cabang (PC) di kecamatan-kecamatan yang tersebar di seluruh Indonesia.[18]
Part of a series on |
Islam |
---|
![]() |
LDII menganut ajaran Islam Sunni yang sejalan dengan prinsip Ahlussunnah wal Jamaah. Sebagai dasar hukum, LDII merujuk pada Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam, dengan Ijmak dan Kias sebagai sumber pendukung.[19] Organisasi ini mengamalkan fikih yang disetujui dalam mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali,[catatan 1] serta menghargai perbedaan pendapat di antara para ulama dari empat mazhab tersebut. LDII memahami pentingnya mengambil hukum yang relevan dengan konteks dan situasi, selama tetap berpegang pada Al-Qur'an dan Hadis.[6] Dalam memahami Al-Qur'an dan Hadis, para dai, ulama, dan mubaligh LDII menggunakan ilmu-ilmu ilmu alat seperti nahwu, shorof, badi’, ma’ani, bayan, mantiq, balaghoh, usul fiqih, mustholahul-hadis, dan lainnya untuk menafsirkan makna ayat-ayat Al-Qur'an dengan tepat.[21]
LDII mengadopsi metode pengajian tradisional yang mendalam dan berbasis nilai-nilai keilmuan, yang dilaksanakan oleh guru-guru alumni pondok pesantren ternama, seperti Gontor, Tebuireng, Kebarongan, Langitan, Ma'had Darul Hadits, dan lain-lain.[6] Sebelum mengajar, para guru melakukan kajian bersama dan musyawarah untuk memastikan materi yang disampaikan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Pengajaran dilakukan langsung kepada murid, baik dalam bacaan, makna per kata, maupun penjelasan Al-Qur'an dan Hadis (Arabic: منقول, romanized: manqūl). Tujuan dari metode ini adalah untuk memastikan pemahaman yang mendalam, serta penyampaian ajaran Islam yang tepat agar dapat segera dipraktikkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.[22]
Aktivitas pengajian rutin yang diselenggarakan oleh masjid-masjid binaan LDII kerap memicu kontroversi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor historis dan politis.[23] Salah satu penyebab utamanya adalah pandangan politik LEMKARI—nama awal LDII—pada masa Orde Baru, yang mendukung dan menjadi bagian dari Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang berhaluan kanan-jauh. Pandangan ini berbeda dengan Muhammadiyah dan NU yang pada masa itu mendukung PPP yang berhaluan Islam. Perbedaan sikap politik ini menciptakan ketegangan dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam lainnya, sehingga LEMKARI sering dianggap sebagai "lawan politik."[2][24]
Citra LEMKARI juga turut dipengaruhi oleh sejarah anggota-anggotanya yang banyak berasal dari Islam Djama'ah, sebuah kelompok pengajian yang direpresi oleh Pemerintahan Orde Lama dengan melabelinya sebagai "ilegal" dan "sesat". Kendati para anggota tersebut telah keluar dari kelompok itu, hubungan historis ini kerap digunakan untuk mengaitkan mereka dengan ajaran yang dinyatakan terlarang, sehingga memperburuk citra organisasi.[2] Ironisnya, stigma ini diperkuat oleh propaganda media massa, aparatur pemerintah, dan sejumlah organisasi Islam konservatif yang bertujuan mendiskreditkan LEMKARI, mengucilkan mantan anggota Islam Djama'ah, dan mempersulit upaya mereka untuk memperbaiki diri.[25]
Selain itu, LDII juga sering dianggap bersifat eksklusif, terutama terkait dengan masjid-masjid binaannya yang aktif mengadakan pengajian. Tuduhan bahwa masjid-masjid tersebut tertutup bagi masyarakat umum dan bahwa bekas sujud orang non-LDII akan dipel telah dibantah oleh berbagai pihak, termasuk peneliti senior dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama. Penelitian tersebut menegaskan bahwa masjid-masjid LDII sebenarnya terbuka untuk umum dan tidak memiliki praktik seperti yang dituduhkan.[23]
Sebagai respons atas tuduhan-tuduhan tersebut, DPP hingga DPD LDII bahkan pihak luar telah memberikan klarifikasi.[26][27][28][29] Pada 2006, Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa LDII bukanlah aliran sesat dan bukanlah kelompok takfiri.[30][31][32][33] Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, mengakui LDII sebagai organisasi yang legal dan tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.[34][35][36]
Pada 4 Maret 2010, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Hajarullah Aswad bin Muhamad Amin, yang dinyatakan bersalah karena menyatakan permusuhan terhadap suatu atau beberapa golongan penduduk Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP. Mahkamah Agung menegaskan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Riau, yang menjatuhkan pidana penjara, tetap berlaku. Selain itu, Mahkamah Agung juga memerintahkan perampasan dan pemusnahan barang bukti, berupa kaset rekaman dan buku-buku yang berisi fitnah terhadap LDII.[catatan 2] Dengan demikian, terdakwa tetap menjalani hukuman penjara sesuai putusan sebelumnya, karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP.[37]
LDII merupakan organisasi sosial-keagamaan yang aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan di Indonesia. Keberadaannya diterima dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah, sebagaimana ditunjukkan oleh kehadiran Presiden Joko Widodo dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) serta Musyawarah Nasional (Munas) LDII pada tahun 2018.[38][39][40][41] Pada kesempatan yang sama, dua calon presiden saat itu, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, juga turut hadir untuk memberikan sambutan serta memaparkan visi-misi mereka.[catatan 3][43][44][45][46] Selain itu, LDII juga mengadakan berbagai kegiatan kebangsaan, seperti Sosialisasi Empat Pilar Negara yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri. Acara ini bertepatan dengan Penutupan Pengajian Asrama Syarah Asma Allah Al-Husna dan dihadiri oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, yang turut serta dalam penyampaian materi terkait Empat Pilar Kebangsaan.[47][48]
Pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LDII tahun 2023, Presiden Joko Widodo kembali hadir, didampingi beberapa menteri seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Panglima TNI Yudo Margono, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Menko PMK Muhadjir Effendy, serta dua calon presiden, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.[49][50][51][52] Kehadiran tokoh-tokoh nasional dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh LDII menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki posisi strategis dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Indonesia.
LDII juga aktif dalam forum-forum diskusi kebijakan publik. Pada 19 Februari 2025, DPR RI mengundang perwakilan LDII dalam rapat dengar pendapat umum mengenai penyelenggaraan ibadah haji dalam rangka revisi Undang-Undang Haji.[53] Selain itu, LDII pernah diberi kepercayaan oleh pemerintah menjadi bagian dari Amirul Haj yang dipimpin oleh Menteri Agama RI pada tahun 2012.[54] LDII menjalin kerja sama yang baik dengan berbagai lembaga pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah,[55][56][57] termasuk Kejaksaan Agung, yang menegaskan bahwa negara menjamin kepastian hukum bagi setiap warga negara dalam berserikat dan beribadah, termasuk bagi LDII.[58] Dukungan pemerintah terhadap LDII juga telah berlangsung sejak lama, sebagaimana ditunjukkan oleh kunjungan Menteri Dalam Negeri saat itu, Rudini, ke Pondok Pesantren LDII pada tahun 1992.[29]
Dalam kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI), baik di tingkat pusat maupun daerah, terdapat beberapa pengurus yang berasal dari LDII.[59][60][61][62][63] Organisasi ini juga menjalin hubungan baik dengan berbagai badan pemerintahan, seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),[64][65][66][67] serta dengan organisasi kemasyarakatan Islam lainnya, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).[68][69][70][71][72]
Sebagai bagian dari komitmennya dalam pemberdayaan masyarakat, LDII aktif mengadakan berbagai program sosial, seperti pelatihan keterampilan,[73] Focus Group Discussion (FGD),[74][75][76] pengajian umum,[77][78] bakti sosial,[79] serta audiensi mengenai kerukunan antarumat beragama.[80] Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat peran LDII dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Indonesia.
Meskipun demikian, LDII masih menghadapi tantangan berupa penyebaran informasi palsu mengenai LDII oleh beberapa pihak melalui berbagai media. Berita-berita dan rumor palsu ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.[25][81] Dalam menghadapi tantangan ini, LDII terus berupaya menjaga reputasi sebagai organisasi dakwah yang berlandaskan Al-Qur'an dan Hadis, serta mengedepankan prinsip keterbukaan dan kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat demi kemaslahatan bersama.
LDII adopted an organizational level similar to Golongan Karya, this is inseparable from the closeness of the two in the past.[82] The details are as follows:
Number | Name | Status | Position at Level | Number |
---|---|---|---|---|
1 | DPP | Central Leadership Council | Capital | 1 |
2 | DPW | Regional Leadership Council | Province | 38 |
3 | DPD | Regional Leadership Council | Regency/City | 514 |
4 | PC | Branch Leader | District/Sub-district | 7,094 |
5 | PAC | Sub-Branch Leader | Village/Sub-district | 83,447 |
LDII members who are well known to the public include:
{{cite journal}}
: |last=
has generic name (help)
{{cite book}}
: CS1 maint: multiple names: authors list (link) CS1 maint: numeric names: authors list (link)
{{cite web}}
: CS1 maint: numeric names: authors list (link)
{{cite web}}
: CS1 maint: numeric names: authors list (link)